LAPAS PEKANBARU IKUTI KEGIATAN LAUNCHING DAN DISEMINASI STANDAR MODUL PERLAKUAN ANAK KASUS TERORISME (AKT)

Nasional104 Dilihat

PEKANBARU, Metrojurnalis.com  –  Dalam rangka meningkatkan kualitas pembinaan dan pemenuhan hak Anak, Anak Binaan dan Klien Anak Kasus Terorisme (AKT), Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bekerjasama dengan Yayasan Prasasti Perdamaian telah selesai menyusun Standar Perlakuan Terhadap Anak, Anak Binaan dan Klien Anak Kasus Terorisme di Pemasyarakatan dan Modul Peningkatan Kapasitas bagi Petugas Pemasyarakatan dalam perlakuan terhadap Anak, Anak Binaan dan Klien Anak Kasus Terorisme.

 

Lunching dan Diseminasi Standard an Modul Perlakuan Anak Kasus Terorisme (AKT) dilaksanakan terpusat, Lapas Kelas IIA Pekanbaru sendiri mengikuti kegiatan secara daring (dalam jaringan) pada ruang sekretariat WBBM dan diikuti oleh Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik (Kasi Binadik), Ismadi dan jajaran, Senin (10/06/2024).

 

Kegiatan ini diisi oleh pemateri dari Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie dan Direktur Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan, Pujo Harinto.

 

Dalam diskusinya Pujo Harinto menyampaikan terkait bagaimana alur dalam memperlakukan Anak Kasus Terorisme di Pemasyarakatan. “Dalam memperlakukan Anak, Anak Binaan dan Klien Anak Kasus Terorisme ini harus dilakukan secara khusus dan memiliki standar tersendiri. Tentunya kita harus bekerjasama dengan pihak lain dalam melakukan pembinaan AKT ini” Ucap Pujo.

 

Taufik Andrie menambahkan terkait latar belakang pentingnya penangnan khusus dalam melakukan pembinaan bagi Anak, Anak Binaan dan Klien Anak Kasus Terorisme. “Ada beberapa hal yang melatar belakangi pentingnya penanganan khusus bagi AKT ini diantaranya adalah penanganan AKT masih improvisasi, pengetahuan dan keterampilan khusus petugas pemasyarakatan tidak merata, minim peningkatan kapasitas khusus untuk perlakuan AKT, potensi radikalisasi proses dialami petugas pemasyarakatan dan penanganan tidak tuntas berpotensi menimbulkan kerentanan residivisme.” Tambah Taufik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *