PEKANBARU, Metrojurnalis.Com – Jetro Sibarani, SH, MH, CHt hingga kini tak habis pikir melihat cara kerja Polsek Pinggir (Polres Bengkalis), yang menangani perkara kliennya atas nama Venantius Mangiring M Gultom, yang dilaporkan dalam kasus pencurian dalam keluarga beberapa waktu lalu.
Sebab hingga kini kasus tersebut masih terus berproses. Sementara hasil gelar perkara yang sempat digelar 16 Maret 2023 di Polda Riau, yang dihadiri Wassdik Polda Riau, Propam Polda riau, Irwasda Polda riau, dan Polsek Pinggir serta kuasa hukum Tersangka, proses hukumnya minta dihentikan.
“Ini yang membuat saya tak habis pikir. Kok bisa tak singkron antara hasil gelar perkara tersebut dengan penanganan di polsek. Sebab hingga kini proses hukumnya masih terus jalan,” ujar Jetro Sibarani dalam pers rilisnya yang dibagikan ke sejumlah media, Kamis (4/5/2023).
Dikatakan, idealnya gelar perkara yang sudah berlangsung di Polda Riau, menjadi salah satu petunjuk bagi penyidik Polsek Pinggir dalam menjalankan tugas penyidikannya, dalam menangani perkara. Sebab masih berada dalam satu wadah internal kepolisian, yang berjenjang.
Pasal 30 Perkap No 6 tahun 2019 menjelaskan tentang penghentian penyidikan (1) penghentian penyidikan dilakukan melalui gelar perkara (2) pengehentian penyidikan dapat dilakukan untuk memenuhi kepastian hukum, rasa keadilan dan kemanfaatan hukum (3) penghentian penyidikan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Istilahnya kan, gelar perkara di Polda Riau itu, masih produk hukum internal mereka. Mestinya sesama mereka sudah saling terkoneksi. Tapi dalam perkara kami ini, ada yang ganjil kami lihat. Ini yang membuat kami tidak habis pikir. Kok bisa begini,” ujarnya.
Jetro Sibarani SH MH CHt pun menjelaskan secara runut rangkaian peristiwa itu kepada penyidik polsek pinggir.
Kliennya tersebut adik beradiknya ada sebanyak tujuh orang dan memiliki warisan dari orangtua mereka berupa kebun sawit di 5 tempat yang berbeda dan lain-lain.
Lalu pada Februari 2021, kliennya, Riharda Gultom dan Venantius Mangiring Gultom selaku ahli waris keenam dan ketujuh, memanen kebun sawit peninggalan orangtuannya di lahan reformasi Desa Buluh Apao seluas 52 ha dan ahli waris yang lain juga memanen kebun ditempat yang lain milik orang tua tersangka.
Atas dipanennya sawit tersebut, anak dari ahli waris ke 5 (Hot Bintara Gultom), melaporkan kliennya ahli waris ke 7 (Venantius Mangiring Gultom) ke kepolsek pinggir hingga akhirnya dilakukan penangkapan 9 Maret 2023, pukul 02.00 wib subuh di Duri.
“Saat itu saya selaku kuasa hukum datang mendampingin dan menerangkan ke Kanit Polsek Pinggir dengan menjelaskan, belum pernah ada warisan dibagi secara musyawarah dan belum pernah juga ada gugat menggugat. Karena belum ada pembagian secara otomatis semua ahli waris berhak memanen dan surat dipanggil secara patut pun belum pernah diberikan, kok penangkapannya seperti penjahat kelas kakap”. ujar Jet Sibarani.
Penjelasan serupa dikuatkan oleh ahli waris ke 2 (Adelina Gultom) dan ahli waris ke 6 (Riharda Gultom) kepada penyidik yang menyatakan bahwa warisan mereka belum ada di bagi sampai saat ini.
Namun sayangnya, penjelasan tersebut tidak mampu menghentikan jalannya proses hukum yang dilakukan oleh penyidik Polsek Pinggir dan tetap menahan kliennya ahli waris ke 7 (Venantius Mangiring Gultom) tanggal 10 maret 2023.
Dari situ, Jet Sibarani mengajukan upaya hukum ke Polda Riau untuk permohonan gelar perkara pada 11 Maret 2023 dan 16 Maret 2023 yang berlangsung di Polda Riau, dengan perserta Wassidik Polda Riau, Propam, Irwasda, Polsek Pinggir diwakili Kanit dan penyidik pembantunya, termasuk dirinya selaku kuasa hukum.
“Sorenya saya sudah dapat kabar bahwa hasilnya disuruh dihentikan perkara tersebut dengan beberapa alasan,” beber Jet Sibarani.
Alasan yang dimaksud di antaranya belum ada putusan pegadilan tentang pembagian hak, belum dibagikan kepada ahli warisnya yang berhak, pelapor tidak pernah memiliki tanah dan tanaman diatas tanah tersebut.
Alasannya lainnya alat-alat bukti surat tanah adalah peninggalan dari kedua orangtua tersangka. “Dengan pertimbangan itu perkara dapat dihentikan (SP3),” katanya.
Namun anehnya, Polsek Pinggir ternyata belum merespon hasil gelar perkara tersebut. Dan SP3 juga belum dikeluarkan. Dan informasinya berkas perkara dikirim ke jaksa setelah gelar dilaksanakan dipolda riau. Untuk itu, ia menyurati kembali Dirkrimum Polda Riau dan Kabag Wassidik perihal kepastian hukum dan gelar perkara kembali kliennya.
“Hasilnya digelarkan kembali gelar supervisi tanggal 17 april 2023 bersama Dirkrimum Polda Riau, Wassidik, Irwasda, Propam, Polsek pinggir dengan hasil komunikasi rapat, agar kasus diselesaikan secara bijak,” bebernya.
Dari hasil itu, Jet Sibarani menyurati kembali Polsek Pinggir tentang kepastian hukum agar dikeluarkan SP3, tertanggal 24 Maret 2023. Dan menyurati kapolda riau, irwasda polda riau dan melaporkan ke propam polda riau. Namun sampai saat ini pihaknya belum mendapat jawaban apa-apa.
“Ini yang membuat saya binggung, kok komunikasi berjenjang internal mereka (kepolisian) tidak berjalan dengan baik. Ada apa ini? Jelas kami sebagai pihak pencari keadilan, dibuat bingung,” ujar Jet.
Karena melihat ada komunikasi yang tersumbat, pihaknya pun melakukan upaya hukum dan pergi ke Presiden RI, Komnasham, Kompolnas, DPR RI dan Komisi 3 DPR RI, Kapolri, Irwasum polri, Kadiv Propam Polri, Biro Wassidik Polri, Jaksa Agung dan Jamwas Jaksa agun.
“Surat telah direspon dan masih dipelajari. Kita berharap perkara ini dapat berproses secara adil dan transparan,” harapnya.
Dalam kesempatan itu, Jet Sibarani juga sempat menyinggung soal laporan kliennya ahli waris ke 7 (Venantius Mangiring Gultom), yang pernah melaporkan ahli waris ke 4 (Sonty Laurentia Gultom) tentang dugaan tindak pidana penggelapan uang.
Dikatakan, sejak meninggal orang tua ahli waris, ada uang di rekening bank mandiri miliknya sebesar Rp 4 miliar di kantor cabang Medan dan Kandis, Siak.
Lalu, para ahli waris memberikan kuasa kepada terlapor untuk memindahkan uang ke rekeningnya, untuk dibagikan ke seluruh ahli waris. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak dibagikan kepada ahli waris ke 7 sehingga dilaporkan ke Polda Sumut dan Riau pada Februari 2021.
“Hasil laporan tersebut, ternyata Polda Riau menghentikan perkara tersebut pada Februari tahun 2022 lalu dengan alasan perdata. Artinya, kalau kasus ini dihentikan, maka kasus yang sekarang menjerat klien saya juga harus dihentikan, karena pokok perkaranya masih identik, sama-sama soal harta warisan,” tandasnya. (*)